Selamat Datang di "INDOTEACHER" tempat berbagi ilmu Barang siapa yang menginginkan kehidupan duni maka dengan ilmu, Barang siapa yang menginginkan Akhirat maka dengan ilmu dan Barang siapa yang menginginkan keduanya maka dengan ilmu INDOTEACHER.COM

Rabu, 29 Desember 2010

e - Learning


A. MEDIA PEMBELAJARAN

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1982) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Heinich ( 1993 ) media merupakan alat ukur saluran komunikasi. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.

Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :

1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.

2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :

a. Obyek terlalu besar

b. Obyek terlalu kecil

c. Obyek yang bergerak terlalu lambat

d. Obyek yang bergerak terlalu cepat

e. Obyek yang terlalu kompleks

f. Obyek yang bunyinya terlalu halus

g. Obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.

3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.

4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan

5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.

6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.

7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.

8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak.

Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:

1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik

2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya

3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya

4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif. Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya, ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.

B. E-LEARNING

1. Difinisi e-Learning

Istilah e-learning berasal dari kata e, (e) pada e-learning sebetulnya berbicara tentang exploration (pendalaman), experience (pengalaman), engagement (keterlibatan), ease of use (kemudahan penggunaan), dan empowermen (pendayagunaan) dan Learning yang artinya pembelajaran. Penulisan kata elearning ada dua versi yaitu eLearning (degnan kata penghubung) dan eLearing (tidak menggunakan kata penghubung). Apabila dianalisa, fenomenanya sedikit mirip dengan kata “email” dan “e-mail”. Sampai tahun 1998 hampir semua orang menggunakan istilah “e-learning” (dengan tanda hubung). Cisco menggunakan istilah “e-learning” dan SmartForce menggunakan terminologi “e-Learning Company”. Setelah mulai matang dan banyak dikenal, tanda hubung mulai tidak digunakan. Sehingga digunakanlah istilah “elearning” atau “eLearning” ( tanpa tanda hubung ). Microsoft menggunakan istilah “eLearn” demikian juga dengan beberapa vendor lain. Saat ini pemakaian kata “e-learning” ( dengan tanda hubung ) masih lebih banyak daripada elearning, hakektnya tidak ada yang salah atau yang benar, karena kedua kata tersebut dapat digunakan sebagai terminologi yang benar.

Istilah e-Learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan tentang definisi e-Learning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley ( Hartley, 2001 ) yang menyatakan: e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.

LearnFrame.Com dalam Glossary of e-Learning Terms ( Glossary, 2001) menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa e-Learning adalah suatu proses belajar mengajar yang memanfaatkan aplikasi elektronik dengan media internet, interanet, jaringan komputer dan standalone.

E-Learning merupakan pembelajaran jarak jauh ( distance Learning ) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-Learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-Learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat di mana dia berada.

e-Learning disebut juga dengan pembelajaran berbantuan komputer, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu komputer mandiri (standalone) dan komputer dalam jaringan. Perbedaan yang utama antara keduanya terletak pada aspek interaktivitas. Dalam pembelajaran melalui komputer mandiri, interaktivitas peserta pelajar terbatas pada interaksi dengan materi ajar yang ada dalam program pembelajaran.

Pada pembelajaran dengan komputer dalam jaringan, interaktivitas peserta ajar menjadi lebih banyak alternatifnya. Pada pembelajaran dengan komputer jaringan dikenal dua fungsi komputer yaitu komputer server dan komputer klien. Interaksi antara peserta ajar dengan tenaga pengajar dilakukan melalui kedua jenis komputer tersebut.

2. Kelebihan E – Learning

Pembelajaran dengan menggunakan e-learning mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Dengan munculnya e-learning, memberikan warna baru dalam proses pembelajaran fisika di kelas. Pengajar dalam hal ini guru Sains (Fisika) banyak menjumpai kesulitan jika di laboratoriumnya tidak tersedia alat-alat untuk praktikum. Mereka berangggapan jika tidak ada alat yang tersedia maka praktikum lebih baik tidak dilaksanakan. Tetapi jika guru menggunakan bantuan e-learning, dalam internet sudah banyak tersedia animasi interaktif yang menyediakan fasilitas alat-alat praktikum yang dapat digunakan. Guru bisa langsung online ke web yang dituju terus men-download program yang diinginkan. Alat-alat praktikum yang dirasa mahal untuk dibeli ternyata bisa diganti dengan animasi komputer yang canggih dan sederhana. Program yang sering digunakan antara lain: Macromedia Flash, Java Applet, dan lain sebagainya. Selain men-download dari internet, kita juga dapat menggunakan CD pembelajaran yang sudah banyak beredar.

Kelebihan yang paling menonjol dari pembelajaran menggunakan komputer dalam hal ini e-learning adalah kemampuan siswa untuk dapat belajar mandiri. Karena sifat komputer yang lebih personal/individu, dapat membantu siswa untuk belajar mandiri dengan atau tanpa bimbingan langsung dari gurunya. Guru dalam hal ini pembelajaran dengan e-learning, dapat melaksanakan pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung. Dengan kata lain, dengan atau tanpa gurupun pembelajaran secara mandiri tetap bisa berlangsung. Sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa ahli di bawah ini.

Darsono (2001) menyatakan bahwa prinsip memahami sendiri (belajar mandiri) sangat penting dalam belajar dan erat kaitannya dengan prinsip keaktifan. Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri (tidak minta tolong orang lain) akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dalam pemahaman yang lebih mendalam. Prinsip ini telah dibuktikan oleh John Dewey dengan “lerning by doing” nya. Lebih lanjut prinsip memahami sendiri ini diartikan bahwa hendaknya siswa tidak hanya tahu secara teoritis, tetapi juga secara praktis. Pembelajaran dengan menggunakan e-learning dapat menumbuhkan sikap belajar mandiri.
Arsyad (2002) menyatakan bahwa media pembelajaran dengan komputer dapat menampilkan dengan baik berbagai simulasi, visualisasi, konsep-konsep, dan multimedia yang dapat diakses user (siswa) sesuai dengan yang diinginkan sehingga visualisasi yang bersifat abstrak dapat ditampilkan secara konkrit dan dipahami secara mendalam. Maka dengan menggunakan e-learning, siswa mendapatkan kemudahan dalam mengatasi pembelajaran fisika yang banyak menampilkan visualisasi yang bersifat abstrak. Media pembelajaran ini dapat menampilkan konsep yang bersifat abstrak ke dalam konsep yang bersifat konkrit sehingga pemahaman siswa lebih mendalam.

Dalam Jurnal Physics Education, Clinch dan Richards (2002) menyatakan bahwa dalam penggunaan e-learning dengan program java applet yang didownload dari internet sangat baik dalam pembelajaran fisika untuk percobaan/praktikum. Penilitiannya membuktikan bahwa pembelajaran dengan e-learning program java applet dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memvisualisasikan gambar yang bersifat abstrak menjadi konkrit dan tidak hanya dibayangkan saja. Tampilan program dalam e-learning juga dapat digunakan untuk memancing siswa berdiskusi tentang materi atau konsep yang ditampilkan pada layar monitor.

3. Kekurangan E-Learning

Ada beberapa kelemahan dalam e-learning yang sering menjadi pembicaraan, antara lain kemungkinan adanya kecurangan, plagiasi, dan pelanggaran hak cipta. Kuldep Nagi dari Amerika, memberikan ide untuk mengaktifkan diskusi kelompok secara online dan membatasi kadaluwarsa soal-soal ujian.

Selain itu, pengajar (guru) juga harus memberikan interaksi yang responsif dan berkelanjutan untuk mengenal siswa lebih jauh dan dapat melihat minatnya, memberikan ujian berupa analisa atas suatu kasus yang berbeda, serta memintanya untuk menjelaskan logika yang menjadi analisa tersebut.
Emil Marais dan Basie von Solms dari Afrika Selatan menambahkan perlunya penyediaan alat bantu untuk membatasi akses ilegal ke dalam proses pembelajaran, baik dengan menggunakan password ataupun akses dari nomor IP (Internet Protocol) tertentu untuk mengurangi kecurangan dalam praktik e-learning.

Kelemahan yang paling mendasar dari e-learning adalah kecurangan, plagiasi, dan pelanggaran hak cipta. Sesuai data dari Microsoft Corporation, pada tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat ke dua terbesar dalam pembajakan di dunia maya (internet) pada khususnya dan penggunaan software di PC (Personal Computer) pada umumnya. Hal tersebut membuktikan bahwa internet dalam hal ini e-learning masih banyak sekali kekurangannya. Pembelajaran dengan menggunakan e-learning juga harus membutuhkan jaringan internet untuk pembelajaran jarak jauh. Padahal tidak semua instansi memiliki jaringan internet. Program-program dalam e-learning juga membutuhkan Personal Computer (PC) dengan spesifikasi yang cukup canggih agar program bisa berjalan dengan baik. Walaupun programer sudah menyediakan fasilitas password atau pengaman tetapi tangan-tangan jahil masih banyak yang merusaknya atau membajaknya. Walaupun demikian, e-learning sebagai suatu inovasi dalam proses pembelajaran sudah memberikan warna baru cara belajar jarak jauh yang mandiri.

Selasa, 28 Desember 2010

TEORI DAN MODEL PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR DAN MODEL PEMBELAJARAN

A. Tinjauan Tentang Belajar

  1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Secara umum belajar dapat diartikan sebagi proses perubahan perilaku, akibat intraksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan prilaku adalah hasil belajar, artinya seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya.

Menurut Kimble & Garmey, sifat perubahan perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang – ulang dengan hasil yang sama. Kita membedakan prilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Orang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tentu tidak dapat mengulangi perbuatan tersebut dengan hasil yang sama, sedangkan orang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukannya secara berulang – ulang dengan hasil yang sama.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan. Tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto:2003:2).

Menurut Winkel ( dalam Darsono , dkk. 2000) belajar adalah aktivitas mental atau psiskis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.

Dari pendapat para ahli diatas, maka belajar dapat diartikan sebagai aktivitas mental dan pisik dalam intraksinya dengan lingkungan untuk menghasilkan sesutau berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang bersifat permanen.

b. Teori Belajar Kooperatif Learning Tipe Jigsaw

Beberapa teori belajar antara lain :

1) Teori belajar menurut J. Bruner

Didalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kamampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan – penemuan baru yang dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam – macam masalah, hubungan – hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa secara berbeda – beda pada usia yang berbeda pula.

2) Teori belajar Vygotsky

Tokoh konstrutivis lain adalah Vygotsky. Sumbangan penting teorinya adalah penekanan pada hakekat pembelajaran sosiokultur. Inti dari teorinya yaitu menekankan pada interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekannya pada lingkuangan sosial pembelajaran.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya sebagai berikut :

a) Menghendaki seting kelas berbentuk kooperatif, sehingga siswa dapat saling memunculkan strategi – strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing – masing zone of proximal develpment mereka. Zone of proximal development adalah jarak tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lembih mampu.

b) Penedekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan sclfolding. Scalfolding berarti memberikan seorang anak sejumlah besar bantuan tersebut dan memberikan kesempatan pada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakannya.

Teori yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif.

Dua aspek yang penting yang mendasari keberhasilan cooperative learning yaitu teori motivasi dan teori kognitif ( Slavin dalam Sumiati, 2009 : 46 ).

a). Teori Motivasi

Aspek motivasi pada dasarnya ada dalam konteks pemberian penghargaaan kepada kelompok. Adanya tujuan kelompok ( tujuan bersama ) mampu mencipatakan situasi dimana cara bagi setiap kelompok untuk mencapai tujuannya sendiri adalah dengan mengupayakan agar tujuan kelompoknya tercapai terlebih dahulu.

b). Teori Kognitif

Asumsi dasar teori – teori perkembangan kognitif adalah bahwa interaksi antara siswa disekitar tugas – tugas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan mereka tentang konsep - konsep penting. Vygotsy mendefinisikan Zone of proximal development sebagai suatu selisiah atau jarak antara tingkat perkembangan potensial yang ditentukan oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan sejawat yang lebih mampu.

c. Bentuk – bentuk Belajar.

1). Belajar Verbal

Bentuk belajar verbal merupakan bentuk belajar sederhana, dan dapat menjadi dasar bagi bentuk – bentuk belajar lain. Bentuk belajar ini menekankan pada kemampuan menyatakan ide dengan kata – kata, seperti dalam pelajaran bahasa, atau kemampuan mengingat suatu konsep atau prinsip tertentu dan menyatakan kembali dengan kata – kata.

Prinsip belajar verbal adalah proses pembentukan asosiasi verbal, yaitu hubungan antara obyek yang diamati atau obyek yang dibayangkan dengan kata – kata. Sesorang yagn memiliki kemampuan asosiasi verbal, dapat menyatakan dengan jelas tentang suatu obyek, baik keberadaanya, ciri – cirinya, apa kaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain.

Materi – materi pembelajaran yang digunakan untuk belajar verbal berkaitan dengan kata – kata, ungkapan, dan kalimat. Kemampuan yang diharapkan dapat dicapai dalam proses belajar meliputi kemampuan mengingat dan menyatakan kembali apa yang dipelajari secara bebas dan cepat, kemampuan merangkaikan kata atau kelimat berdasarkan aturan tertentu, dan kemampuan memasang – masangkan kata, rangkaian katau atau kalimat yang mempunyai hubungan satu sama lain. ( De Cecco dan Crawford dalam Sumiati, 2009 : 56).

2). Belajar Konsep dan Prinsip

Konsep adalah hasil penyimpulan tentang sesuatu hal berdasarkan atas adanya ciri – ciri yang sama pada hal tersebut. Konsep adakalanya barkaitan dengan sesuatu obyek, sesutau peristiwa, atau berkaitan dengan manusia. Adapun yangdimaksud dengan prinsip adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang hubungan antara dua konsep atau lebih. Istilah prinsip kadang – kadang disebut juga dengan aturan atau generalisasi.

Konsep dan prinsip ada yang bersifat sederhana, ada yang bersifat rumit atau kompleks. Dalam mempelajarinya pun dapat dilakukan dengan cara menerima saja dari orang lain, melalui penjelasan guru, atau melalui proses pembentkan konsep. Proses pembentukan konsep memerlukan suatu strategi yang dikenal dengan strategi pencapaian konsep. Jerome S. Bruner mengemukakan dua macam strategi pencapaian konsep yaitu strategi pemilihan dan strategi penerimaan. Dalam strategi pemilihan, siswa dituntut untuk menentukan atau memilih dari serangkaian contoh - contoh yang dikemukakan oleh guru, yang memiliki ciri sama, dan yang membedakannya dari contoh – contoh lain, kemudian mengambil kesimpulan sendiri atau merumuskan konsepnya. Sedangkan dalam strategi penerimaan sejumlah contoh yang dikemukakan guru ditandai dengan ciri – ciri tertentu, dan berdasarkan kesamaan ciri itulah diambil kesimpulan sebagai konsepnya. ( Joice dan Weil dalam Sumiati 2009 : 57 ).

3). Belajar Pemecahan Masalah

Sebagiamana bentuk belajar konsep, ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks, maka belajar pemecahan masalah pun demikia pula, yaitu ada bentuk pemecahan masalah yang sederhana dan ada bentuk pemecahan masalah kompleks menuntut proses berpikir yang lebih rumit. Kemampuan pemecahan masalah banyak menunjang kreativitas seseorang yaitu kemampuan menciptakan ide baru, baik berifat asli ciptaannya sendiri, maupun merupakan suatu modifikasi ( perubahan ) dari berbagai ide yang telah ada sebelumnya.

Proses pemecahan masalah dapat berlangsung jika seseorang dihadapkan pada suatu persoalan yang didalamnya terdapat sejumlah kemungkinan jawaban. Upaya menemukan kemungkinan jawaban itu merupakan proses pemecahan masalah. Belajar pemecahan masalah dapat berlangsung dalam proses belajar yang berkaitan dengan ilmu – ilmu sosial, ilmu – ilmu kealaman, maupun matematika.

4). Belajar Keterampilan

Keterampilan melakukan suatu jenis kegiatan tertentu merupakan suatu bentuk pengalaman belajar yang sepatutnya dicapai melalui proses belajar disekolah. Dicapainya keterampilan yang diperoleh seseorang ditandai oleh adanya kemampuan menampilkan bentuk – bentuk gerakan tertentu dalam melakukan suatu kegiatan, sebagai respon dari rangsangan yang datang pada dirinya. Jadi bentuk belajar keterampilan mirip dengan bentuk belajar verbal. Ciri yang membedakan keduanya adalah, dalam bentuk belajar keterampilan respons atau reaksi itu ditampilkan dalam bentuk gerakan – gerakan motorik jesmaniah, sedangkan dalam belajar verbal, respon atau reaksi yang ditampilkan berkaitan dengan penggunaan kata atau rangkaian kata – kata.

d. Faktor – faktor dalam belajar.

Ada beberapa faktor dalam belajar yaitu :

1). Motivasi untuk Belajar

Motivasi pada dasarnya merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri sendiri untuk bertingkah laku. Dorongan itu pada umumnya diarahkan untuk mencapai sesuatu atau bertujuan.

Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong siswa untuk berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku dalam belajar. Siswa akan melakukan sesuatu proses belajar betapapun beratnya jika ia mempunyai motivasi tinggi. Motivasi belajar memegang peranan cukup besar terhadap pencapaian hasil. Tanpa motivasi belajar siswa tidak dapat belajar, motivasi belajar pada umumnya muncul karena adanya rangsangan, baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya.

2). Tujuan yang Hendak Dicapai

Tujuan belajar adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses pembelajaran. Tujuan menuntun kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir suatu kegiatan.

Sebagaimana motivasi, tujuan sebagai salah satu faktor yang terdapat dalam belajar seharusnya timbul dan ada pada diri siswa. Seorang siswa memasuki suatu jenjang pendidikan tertentu mempunyai tujuan.

3). Situasi yang Mempengaruhi Proses Belajar.

Faktor situasi atau keadaan yang mempengaruhi proses belajar pada siswa berkaitan dengan diri siswa sendiri, keadaan belajar, proses belajar, guru yang memberi pelajaran, teman belajar dan pergaulan, serta program belajar yang ditempuh merupakan faktor yang mempunyai pertalian erat satu dengan yang lain. Pressey mengungkapkan keadaan ( situasi ) tentang siswa, sebagai berikut :

a) Siswa sebagai individu yang unik.

Keadaan siswa sendiri merupakan suatu komponen situasi belajar antara seorang siswa dengan yang lain akan berbeda. Implikasi terhadap proses atau peritiwa belajar itu sendiri. Setiap siswa tidak akan ada yang sama dalam barbagai hal antara satu dengan yang lain. Perbedaa itu berkaitan dengan keinginan, kebutuhan, kehendak, minat, bakat dan kemampuan .

b) Keadaan atau situasi belajar

Keadaan siswa ketika sedang belajar sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Keadaan siswa itu berkaitan dengan kondisi fisik maupun mental. Belajar dalam keadaan fisik sakit, tidak akan dapat berlangsung dengan baik. Begitu pula jika mental dalam keadaan tegang, stress, gugup atau bigung, maka belajar tidak akan dapat berlangsung dengan baik.

c) Proses belajar

Proses belajar memerlukan metode, teknik, dan waktu. Hal ini menunjukkan keadaan yang berbeda – beda antara seseorang dengan yang lain, juga terhadap materi pembelajaran yang satu dengan yang lain.

d) Guru

Guru merupakan salah satu komponen situasi belajar. Keadaan guru dapat mempengaruhi hasil belajar. Guru merupakan pendorong dalam belajar. Oleh karena itu perlu diperhatikan keadaan guru berkaitan dengan kepribadian, kemampuan dan kondisi fisik maupun mental, sehingga belajar akan dapat berlangsung dengan baik sampai pada tujuan yang ingin dicapai.

e) Teman

Seringkali keberhasilan ataupun kegagalan belajar disebabkan oleh teman bergaul maupun teman belajar. Oleh karena itu harus dipertimbangkan dalam memilih teman, agar jangan sampai manjadi penyebab kegagalan dalam belajar.

f) Program yang ditempuh

Apa yang dipelajari siswa pada umumnya terfokus pada program pendidikan yang ditempuh. Oleh karena itu materi pembelajaran yang sedang dipelajari seharusnya disertai dengan motivasi, minat dan sesuai dengan bakat siswa itu sendiri.

2. Model Pembelajaran Cooperative Learing

a. Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar mengajar di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan kognitif yang heterogen. (Woolfolk dalam Budiningarti 1998: 22) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan pada faham konstruktivisme. Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika dan hanya jika setiap anggota kelompoknya berhasil.

Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai pengajaran gotong royong atau cooperatif learning. Sistem pendidikan gotong royong merupakan alternatif menarik yang dapat mencegah timbulnya kegresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecili pebelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggotaanggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan.

Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda.

b. Unsur – unsur Pembelajaran Cooperative

Menurut Muslimin Ibrohim (2000:6) Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

7) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

c. Tujuan Pembelajaran Cooperative

Tujuan pembelajaran cooperative berbeda dengan tujuan pembelajaran tradisional, dimana pembelajaran tradisional ini mengukur keberhasilan siswa atau individu dengan melihat kegagalan siswa atau individu lain. Pembelajaran cooperative ini menciptakan keberhasilan siswa atau individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak – tidaknya tiga tujan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, ( 2000 ) yaitu :

1). Hasil Belajar Akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup baragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas – tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep - konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas – tugas akademik.

2). Penerimaan Terhadap Perubahan Individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang – orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kamampuan, dan ketidak mampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas – tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

3). Pengembangan Keterampilan Sosial

Tujan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi. Keterampilan – keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

d. Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif juga harus didukung oleh langkah – langkah dan keterampilan yang melengkapinya. Langkah utama dalam pembelajaran kooperatif menurut Arends ( dalam karuru 2001 ) ada enam fase. Pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan kedalam tim – tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha – usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1. Langkah – langkah Pembelajaran kooperatif

Fase

Tingkah laku guru

Fase – 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase – 2

Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase – 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok – kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagiamana caranya membentuk kelompok – kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase – 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase – 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase – 6

Memberi penghargaan

Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

e. Pendekatan Pembelajaran Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif ( Arends, 2001). Disini akan diuraikan secara ringkas masing – masing pendekatan tersebut.

1). Student Teams Achievement Division ( STAD )

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman – temanya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4 – 5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki – laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain utnuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa dberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata – rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumukan tim – tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tertinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis – kuis itu.

3). Group Investigation /Investigasi kelompok

Investigasi kelompok mungkin merupakan medel pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelen. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun begaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih terpusat pada guru. Dalam penerapan investigasi guru membagi kelas menjadi kompok - kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topoik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

4). Pendekatan Struktural

Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan – kawannya. Meskipun memilik banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh kagen in menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, dari pada penghargaan individu. Ada struktur yang dimbangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial dan keterampilan kelompok.

5). Jigsaw

Jigswa pertam kali dikembangkan dan diuji cobakan oleh Elliot Aronson dan teman – teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman – teman di Universitas John Hopkins.

Memperjelas perbandingan antara keempat pendekatan pembelajaran kooperatif atau yang lebih sering disebut sebagai tipe pembelajaran kooperatif dapat dilihat dari Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Koopratif.


STAD

Jigsaw

Group Investigation

Pendekatan Strukur

Tujuan koognitif

Informasi akademik sederhana

Informasi akademik sederhana

Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri

Informasi akademik sederhana

Tujuan sosial

Kerja kelompok dan kerja sama

Kerja kelompok dan kerja sama

Kerja dalam kelompok kompleks

Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial.

Struktur tim

Kelompok belajar heterogen dengan 4 – 5 orang anggota

Kelompok belajar heterogen dengan 5 – 6 anggota, mengunakan pola “kelompok asal” dan “Kelompok ahli”

Kelompok belajar 5 – 6 orang anggota homogen. Bervariasi, berdua, bertiga

Kelompok 4 – 6 orang anggota

Pemilihan topik

Biasanya guru

Biasanya guru

Biasanya siswa

Biasanya guru

Tugas utama

Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya

Siswa mempelajari materi dalam “kelompok hali” kemudian membantu anggota “Kelompok asal” mempelajari materi itu

Siswa menyelesaikan inkuiri komples

Siswa mengerjakan tugas – tugas sosial dan kognitif.

Penilian

Tes mingguan

Bervariasi, dapat berpa tes mingguan

Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes uraian

Bervariasi

Pengakuan Lembar

Lembar pengetahuan dan publikasi lain

Publikasi lain

Lembar pengamatan dan publikasi lain

Bervariasi

f. Model Pembelajaran Jig Saw

Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar ahli (expert sheet) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap anggota tim yang harus dipelajari pada saat membaca. Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topik yang sama bertemu (berkumpul) dalam kelompok ahli, untuk mendiskusikan topik mereka selama waktu yang ditentukan. Selanjutnya ahli-ahli ini kembali ke tim masing-masing untuk menyampaikan kepada anggota yang lain dalam satu tim asal. Pada akhirnya siswa mengerjakan kuis yang mencakup semua topik dan skor yang diperoleh menjadi skor tim. skor yang dikontribusi oleh siswa kepada timnya menjadi dasar sistem peningkatan skor individual. Siswa dengan skor tinggi dalam timnya dapat menerima sertifikat atau penghargaan lainnya. Kunci dari pembelajaran tipe JIGSAW adalah saling kertergantungan, yaitu setiap siswa bergantung pada anggota satu timnya untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan agar mengerjakan kuis dengan baik.

Peran guru dalam model pembelajaran kooperative tipe jigsaw adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang biberikan.

Menurut Slavin ( 1995: 122 ) Kegiatan instruksional yang secara reguler dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW terdiri atas membaca, diskusi kelompok ahli, laporan tim, tes, dan penghargaan tim.

1) Membaca

Siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang ditnjuk untuk menggali informasi (mendalaminya).

2) Diskusi kelompok ahli

Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok ahli.

3) Laporan tim

Ahli-ahli kembali pada timnya dan mengajarkan topik mereka kepada anggota yang lain dalam satu timnya.

4) Tes

Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup semua topik.

5) Penghargaan tim

Tim dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu.

Penilaian Dalam Pembelajaran Kooperatif

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan tes atau kuis tentang bahan pembelajaran. Dalam banyak hal, butir-butir tes pada kuis ini harus merupakan satu jenis tes obyektif paper and pencil, sehingga butir-butir itu dapat diskor di kelas atau segera setelah tes diberikan.

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :

· Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
















Keterangan :

Baris I dan III : Kelompok Asal

Baris II : Kelompok Ahli

Gambar 2.1. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

· Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

· Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

· Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

· Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.

· Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.